23 Jan 2013

Dog of My Sister

0 comments

Gue pernah cerita tentang anjing adik gue yang uda bak dua sisi koin. Tepat pada tahun ini chiko berumur tiga tahun tapi memang ga ada yang berubah secara fisik dari tahun sebelumnya. sebelumnya gue pengen cerita dulu masa-masa dimana pertama kali adik gue dapetin chiko.
 
Dog in Black
Seperti gue bilang sebelumnya dia lahir tiga tahun lalu, tahun 2010. Tepatnya kurang tau juga sih, karena itu pemberian dari saudara gue. Ketika itu chiko hanya berumur beberapa bulan dan masih seukuran pepaya jadi masi bisa buat dirangkul. Dia punya kelainan di bagian ekor, hanya 3/4 panjang ekor yang dia miliki dari panjang ekor anjing normal, jadi ekornya terkesan pendek dan selalu berdiri menghadap ke atas. Ujung ekor sama mulutnya sama-sama berwarna hitam dan sisanya berwarna cokelat kekuningan. Telinganya ga lurus keatas tapi lepek kebawah dan ujungnya sedikit berwarna hitam.

Saat masuk umur yang pertama dia paling sering sakit, ga enak makan lah, lemes, lesu. Sempet dia disuntik sama dokter dan untungnya dia masi bisa sembuh. Kalau urusan maen, dia emang paling seneng. Adik gue ngasi dia bola tennis dan hampir tiap hari bola itu ga lepas dari gigitannya. Sebenernya chiko ga terlalu pinter alias bego, paling susah diatur dan bandel suka gigitin orang. Ga tanggung tanggug liat orang, girangnya bukan main. Setiap orang yang dateng pasti dipanjatin, dia berdiri, kedua kaki depannya ngerangkul pantat orang dan digigitlah sudah. Memang gigitannya ga serius, magsudnya ya sekedar becanda lah tapi lumayan sakit sih kata orang yang digigit. Dirumah gue ada keset berwarna cokelat bergaris merah dan hitam di bagian tengahnya, berukuran persegi panjang dan agak berbulu kasar, letaknya di ruang keluarga. Disinilah tempat tidurnya saat malam hari dan ga pernah mau pindah dari tempat ini setiap malam. Dia makan hampir semua jenis makanan, kecuali sayur sama jajanan basah dia paling ga suka. Yang paling dia suka itu adalah mangga, yup, buah mangga jadi camilan favoritnya. Air juga jadi musuh terbesarnya, makanya paling susah dimandiin. Paling susah ditangkap kalau diajak mandi, selalu berontak. Oya kalau ujan dia paling suka tidur di kamar gue atau kamar adik gue, mungkin lebih ngerasa nyaman dibandingin kesetnya.

Masuk tahun ketiga sebenernya ga ada yang berubah dari dia, hingga suatu hari chiko keluar rumah dan pulang pada sore harinya. Dia sempet mengeram, badannya benjol-benjol dan  terlihat bingung karena rasa gatal. Malamnya adik gue yang bedakin, ngasi makan seperti biasa tapi dia ga makan sama sekali. Keesokan harinya seakan semua berjalan normal, tapi memang dia ga seperti biasanya. Dia yang suka maen tapi sama sekali ga mau maen saat itu. Akhirnya Ibu gue yang cari dokter untuk kesekian kalinya. Di hari ketiga setelah kejadian itu, dia masi belum nafsu makan dan kelihatan agak kurus. Pagi itu, dia berbaring di teras depan rumah gue, terlihat agak lemes. Gue sempet elus kepalanya pagi itu, nafasnya agak cepat dan semakin cepat. Sore hari gue balik ke rumah dan melihat kalung anjing berwarna cokelat, dengan lonceng kecil berukuran kelereng berwarna keemasan. Kalung itu pemberian adik gue untuk chiko, kemungkinan terlepas dari lehernya di ruang keluarga gue. Gue panggil namanya saat itu, ga lama Ibu gue datang dan bilang kalau chiko uda dikubur siang harinya.

Gue ga pernah nyangka kalau pagi itu jadi pagi terakhir gue ngelihat anjing gue. Ya, memang dia kadang kadang ngeselin tapi tetep kan ngerasa kehilangan. Menurut gue, ketika siapa aja yang hilang dari hidup lo dan lo ngerasa kehilangan berarti dia adalah penting dalam hidup lo.